24 Mei, 2009

Forum Santri Haramkan Friendster dan Facebook

Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa Timur mengharamkan penggunaan jejaring sosial seperti "friendster" dan "facebook" yang berlebihan.

"Berlebihan itu antara lain jika penggunaannya menjurus pada perbuatan mesum, dan yang tidak bermanfaat," kata Humas FMPP, Nabil Harun di Kediri Jawa Timur Jumat.

Ia mengatakan, penggunaan forum jejaring sosial, seperti, "friendster", "facebook", maupun media komunikasi lainnya, seperti "audio call", "video call", SMS, 3G yang diperbolehkan adalah yang membawa manfaat, seperti dagang, "khitbah" (lamaran), jual-beli, maupun dakwah.

Nabil mengatakan penggunaan jejaring tersebut sudah mengarah pada perilaku mesum, terlihat dari berbagai gambar dan tulisan yang terpampang.

Nabil mengungkapkan, pengambilan kebijakan mengharamkan penggunaan "facebook" berlebihan itu didasarkan pada Kitab Suci dan Hadis, di antaranya kitab "Bariqah Mahmudiyyah" vol. IV hal. 7, Ihya "Ulumuddin" vol. III hal. 99, "I`anatut Thalibin" vol. III hal. 260, serta beberapa landasan kitab lainnya.

"Dalam mengambil kebijakan, kami tidak main-main, karena kami juga berdasakan kitab dan Quran," katanya.

Ia juga menjelaskan pengambilan keputusan tersebut berbeda dengan pengambilan keputusan lembaga lainnya yang juga mengadakan "bahtsul masail" dan biasanya dilakukan dengan suara terbanyak.

"Sementara keputusan forum tersebut dengan kata musyawarah mufakat. Jika memang tidak ada keputusan, akan dibahas di forum tertinggi," katanya mengungkapkan.

Dalam pengambilan keputusan tersebut, Nabil menjelaskan, forum selalu diawasi dengan perumus, yang dilanjutkan dilanjutkan dengan keputusan "musyahih" (untuk mensahkan).

Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa Timur XI di Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi-aat Lirboyo, Kota Kediri tersebut, diikuti sekitar 700 santri.

Dalam forum tersebut dibahas sebanyak delapan hal, mulai dari jejaring sosial, pro kontra Ponari, dilema perempuan di masa "iddah" (menunggu setelah suami meninggal), dan beberapa bahan lainnya.

Hadir dalam kegiatan tersebut, para perumus dan musyahih, di antaranya K.H. Atoillah S. Anwar dari Lirboyo, Kediri, K.H. Abdul Muid dari Robithoh Maahid Islamiyah (RMI), K.H. Sunandi dari Banyuwangi, serta beberapa kiai lainnya.

11 Mei, 2009

Wanita Ahli Surga Dan Ciri-Cirinya

Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati.

Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Diantaranya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. Muhammad : 15)

“Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk Surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam Surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al Waqiah : 10-21)

Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur’an yang mulia, diantaranya :

“Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al Waqiah : 22-23)

“Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman : 56)

“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar Rahman : 58)

“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqiah : 35-37)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau :

“ … seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu)

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka : “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan.” Dan mereka juga mendendangkan : “Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557)

Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga

Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?

Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.

Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

1. Bertakwa.

2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.

4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.

5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.

6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.

7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.

8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.

9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.

10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.

11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.

12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).

13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.

14. Berbakti kepada kedua orang tua.

15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman :

“ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13).

Wallahu A’lam Bis Shawab.

10 Mei, 2009

Hindari Sifat Tamak /Serakah
oleh Ust.Dahyul Djamain

Barangsiapa yang menjadikan perkara akhirat merupakan tujuan utamanya niscaya Allah SWT menghimpun semua urusannya, dan niscaya dia (Allah) menjadikan kecukupan berada dalam kalbunya. Tiada sekali-kali seorang hamba menghadap dengan sepenuh hatinya kepada Allah, kecuali Allah menjadikan hati orang mukmin cenderung mencintai dan mengasihinya. Dan Allah SWT adalah yang paling cepat memberikan semua kebaikan kepadanya (HR.Thabrani dari Abu Dardak)

Bagi siapa yang menjadikan akhirat menjadi tujuan utamanya dalam kehidupan di dunia ini maka orang tersebut akan mendapatkan hal yang tidak ternilai dalam kehidupannya, yaitu : Allah akan menghimpun semua urusannya, artinya Allah akan memperhatikan semua urusan / kebutuhan yang dia butuhkan untuk diberi kemudahan untuk mendapatkannya.

Allah menjadikan orang tersebut kaya hati. Kaya hati artinya orang yang dalam hidupnya penuh dengan syukur kepada Allah, dan tidak pernah mengeluh apapun yang dihadapi dengan menjalani kehidupan, susah, senang, mendapat rezeki banyak atau sedikit, semuanya dihadapi dengan hati yang lapang, sebab semua apa yang dialami dan nikmati dalam kehidupan semuanya adalah atas kehendak Allah SWT.

Apabila seorang hamba Allah menghadap dan menghambakan diri kepada Allah (dengan penuh keikhlasan), maka Allah akan menjadikan hati orang mukmin atau orang yang seiman (tentu iman yang sesungguhnya) akan menyayanginya dan mencintainya dengan sepenuh hati. Apabila dia butuh sesuatu tanpa diminta bantuanpun orang-orang akan menolongnya dengan sukarela dan penuh keikhlasan.

Dan Allah dengan penuh rahman dan rahimnya selalu memberi bantuan pertongan segala apa yang dibutuhkan dengan sangat cepat.


09 Mei, 2009

Golput Dalam Tinjauan Hukum Islam
oleh Ust.Sudjari Dahlan

Menurut Hukum Islam memilih (mengangkat) Imam/Kepala Negara itu hukumnya Wajib Kifayah. Ini berarti orang yang tidak ikut Pemilu itu telah meninggalkan kewajiban, namun kalau kita bertolak dari ketentuan Wajib Kifayah maka konsekuensinya akan berbeda, yakni jika masih ada sekelompok orang lain yang mengerjakannya. Contohnya hukum sholat berjama’ah dan melayat jenazah, kalau masih ada orang yang mengerjakannya maka yang tidak mengerjakan gugur kewajibannya, tidak berdosa dan bebas sanksi tetapi juga bebas dari pahala.

Kalau ketentuan ini diterapkan pada kewajiban memilih Kepala Negara, maka orang yang tidak ikut Pemilu itu tidak berdosa, asalkan masih ada orang lain yang mengikutinya, sehingga pelaksanaan Pemilu itu tetap berjalan. Tetapi jika semua warga masyarakat tidak ada yang mengikuti Pemilu maka semua warga masyarakat yang menanggung dosa. Inipun sekiranya persyaratan pemimpin itu terpenuhi menurut ketentuan syara’. Dari sini timbul pertanyaan kalau, kalau hukum memilih itu wajib bolehkah umat Islam memilih calon yang tidak memenuhi syarat-syarat Syara’.

Jika Golput ini diartikan tidak mengikuti Pemilu maka persoalannya dapat dianalogikan kepada persoalan memilih Imam A’dzam (Kepala Negara). Kalau ternyata sama, maka kesimpulan hukumnya juga sama. Maka hukum Golput itu sama dengan hukum tidak ikut memilih Imam, padahal memilih itu hukumnya juga sama. Maka hukum Golput sama dengan hukum tidak ikut memilih Imam, padahal memilih itu hukumnya Fardhu Kifayah seperti diterangkan diatas. Dan ternyata Golput itu juga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003, terbukti tidak ada sanksi pidana atas warga masyarakat yang tidak mengikuti Pemilu.

Berkaitan dengan persyaratan yang tidak terpenuhi itu dengan memperhatikan qaidah fiqhiyah yang menyatakan : Apa yang wajib/diwajibkan berdasarkan syara’ itu didahulukan atas apa yang wajib berdasarkan syarat. Kalau qaidah ini dipedomani berarti memilih Imam/Presiden itu harus didahulukan atas penetapan syarat-syaratnya, maksudnya kalau para calon yang harus dipilih itu semua tidak memenuhi syarat-syarat yang diperlukan melainkan sebagian syarat saja maka hal ini tidak boleh membatalkan Imam/Presiden artinya Pemilu itu tetap wajib, karena pemimpin negara itu sangat diperlukan, maka bagaimanapun pemimpin itu harus ada untuk mewujudkan kemashlahatan bangsa, untuk itu kita rengkan qaidah-qaidah fiqhiyah ini :

  1. Kebutuhan yang mendesak itu menempati kedudukan darurat
  2. Kemudlaratan itu harus dihilangkan
  3. Kemudlaratan itu tidak boleh dihilangkan dengan kemudlaratan
  4. Sesungguhnya kemudlaratan yang khas/khusus itu boleh ditanggung karena menolak madlarat umum
  5. Menempuh bahaya / madlarat yang lebih ringan dari dua bahaya itu wajib
  6. Dlarurat itu membolehkan semua yang dilarang sesuatu yang diperbolehkan karena dlarurat itu hanya sekedar yang diperlukan saja
  7. Kesulitan/kesempitan itu harus itu harus dihilangkan
  8. Semua kesulitan itu akan membawa kemudahan
  9. Menolak/menghindari kehancuran itu harus didahulukan atas menarik mashlahat
  10. Yang wajib itu tidak boleh ditinggalkan kecuali karena yang wajib juga

Maka jika kita rasakan bahwa kondisi yang ada sekarang ini sama dengan yang disyaratkan oleh qaidah-qaidah diatas, kiranya tidak sulit untuk menentukan sikap terhadap Pemilu. Selanjutnya patut kita renungkan sebuah hadits : “Kelak akan datang suatu zaman yang didalamnya harus dipilih seorang (pemimpin) dari antara yang lemah dan yang banyak berma’siyat, maka barangsiapa yang mendapatkan yang demikian itu hendaklah ia memilih yang lemah daripada yang kuat tetapi banyak berbuat ma’siyat” (HR Al Hakim dari Abu Hurairah).