12 Juli, 2009

SIKAP-SIKAP YANG DISUKAI MANUSIA

[a]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberi Perhatian Kepada Orang Lain.

Diantara bentuk perhatian kepada orang lain, ialah mengucapkan salam, menanyakan kabarnya, menengoknya ketika sakit, memberi hadiah dan sebagainya. Manusia itu membutuhkan perhatian orang lain. Maka, selama tidak melewati batas-batas syar’i, hendaknya kita menampakkan perhatian kepada orang lain. seorang anak kecil bisa berprilaku nakal, karena mau mendapat perhatian orang dewasa. orang tua kadang lupa bahwa anak itu tidak cukup hanya diberi materi saja. Merekapun membutuhkan untuk diperhatikan, ditanya dan mendapat kasih sayang dari orang tuanya. Apabila kasih sayang tidak didapatkan dari orang tuanya, maka anak akan mencarinya dari orang lain.

[b]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Mau Mendengar Ucapan Mereka.

Kita jangan ingin hanya ucapan kita saja yang didengar tanpa bersedia mendengar ucapan orang lain. kita harus memberi waktu kepada orang lain untuk berbicara. Seorang suami –misalnya-ketika pulang ke rumah dan bertemu istrinya, walaupun masih terasa lelah, harus mencoba menyediakan waktu untuk mendengar istrinya bercerita. Istrinya yang ditinggal sendiri di rumah tentu tak bisa berbicara dengan orang lain. Sehingga ketika sang suami pulang, ia merasa senang karena ada teman untuk berbincang-bincang. Oleh karena itu, suami harus mendengarkan dahulu perkataan istri. Jika belum siap untuk mendengarkannya, jelaskanlah dengan baik kepadanya, bahwa dia perlu istirahat dulu dan nanti ceritanya dilanjutkan lagi.

Contoh lain, yaitu ketika teman kita berbicara dan salah dalam bicaranya itu, maka seharusnya kita tidak memotong langsung, apalagi membantahnya dengan kasar. kita dengarkan dulu pembicaraannya hingga selesai, kemudian kita jelaskan kesalahannya dengan baik.

[c]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Menjauhi Debat Kusir.

Allah berfirman. "Artinya: “Serulah kepada jalan Rabbmu dengan hikmah, dan nasehat yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang baik,” Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam kasetnya, menerangkan tentang ayat : "Serulah kepada jalan Rabbmu dengan hikmah". Beliau berkata, “manusia tidak suka kepada orang yang berdiskusi dengan hararah (dengan panas). Karena umumnya orang hidup dengan latar belakang……..dan pemahaman yang berbeda dengan kita dan itu sudah mendarah daging……..sehinnga para penuntut ilmu, jika akan berdiskusi dengan orang yang fanatik terhadap madzhabnya, (maka) sebelum berdiskusi dia harus mengadakan pendahuluan untuk menciptakan suasana kondusif antara dia dengan dirinya. target pertama yang kita inginkan ialah agar orang itu mengikuti apa yang kita yakini kebenarannya, tetapi hal itu tidaklah mudah. Umumnya disebabkan fanatik madzhab, mereka tidak siap mengikuti kebenaran. target kedua, minimalnya dia tidak menjadi musuh bagi kita. Karena sebelumnya tercipta suasana yang kondusif antara kita dengan dirinya. Sehingga ketika kita menyampaikan yang haq, dia tidak akan memusuhi kita disebabkan ucapan yang haq tersebut. Sedangkan apabila ada orang lain yang ada yang berdiskusi dalam permasalahan yang sama, namun belum tercipta suasana kondusif antara dia dengan dirinya, tentu akan berbeda tanggapannya.

[d]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberikan Penghargaan Dan Penghormatan Kepada Orang Lain.

Nabi mengatakan, bahwa orang yang lebih muda harus menghormati orang yang lebih tua, dan yang lebih tua harus menyayangi yang lebih muda. Permasalahan ini kelihatannya sepele. Ketika kita shalat di masjid……namun menjadikan seseorang tersinggung karena dibelakangi. Hal ini kadang tidak sengaja kita lakukan. Oleh karena itu, dari pengalaman kita dan orang lain, kita harus belajar dan mengambil faidah. Sehingga bisa memperbaiki diri dalam hal menghormati orang lain. Hal-hal yang membuat diri kita tersinggung, jangan kita lakukan kepada orang lain. Bentuk-bentuk sikap tidak hormat dan pelecehan, harus kita kenali dan hindarkan.

Misalnya, ketika berjabat tangan tanpa melihat wajah yang diajaknya. Hal seperti itu jarang kita lakukan kepada orang lain. Apabila kita diperlakukan kurang hormat, maka kita sebisa mungkin memakluminya. Karena-mungkin-orang lain belum mengerti atau tidak menyadarinya. Ketika kita memberi salam kepada orang lain, namun orang tersebut tidak menjawab, maka kita jangan langsung menuduh orang itu menganggap kita ahli bid’ah atau kafir. Bisa jadi, ketika itu dia sedang menghadapi banyak persoalan sehingga tidak sadar ada yang memberi salam kepadanya, dan ada kemungkinan-kemungkinan lainnya. Kalau perlu didatangi dengan baik dan ditanyakan,agar persoalannya jelas. Dalam hal ini kita dianjurkan untuk banyak memaafkan orang lain.

Allah berfirman.
"Artinya: “Terimalah apa yang mudah dari akhlaq mereka dan perintahkanlah orang lain mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” [Al-A’raaf : 199]

[e]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberi Kesempatan Kepada Orang Lain Untuk Maju.

Sebagai seorang muslim, seharusnya senang jika saudara kita maju, berhasil atau mendapatkan kenikmatan, walaupun secara naluri manusia itu tidak suka, jika ada orang lain yang melebihi dirinya. Naluri seperti ini harus kita kekang dan dikikis sedikit demi sedikit. Misalnya, bagi mahasiswa. Jika di kampus ada teman muslim yang lebih pandai daripada kita. Maka kita harus senang. Jika kita ingin seperti dia, maka harus berikhtiar dengan rajin belajar dan tidak bermalas-malasan. Berbeda dengan orang yang dengki, tidak suka jika temannya lebih pandai dari dirinya. Malahan karena dengkinya itu dia bisa-bisa memboikot temannya dengan mencuri catatan pelajarannya dan sebagainya.

[f]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Tahu Berterima Kasih Atau Suka Membalas Kebaikan.

Hal ini bukan berarti dibolehkan mengharapkan ucapan terima kasih atau balasan dari manusia jika kita berbuat kebaikan terhadap mereka. Akan tetapi hendaklah tidak segan-segan untuk mengucapkan terima kasih dan membalas kebaikan yang diberikan orang lain kepada kita.

[g]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memperbaiki Kesalahan Orang Lain Tanpa Melukai Perasaannya.

Kita perlu melatih diri untuk menyampaikan ungkapan kata-kata yamg tidak menyakiti perasaan orang lain dan tetapSampai kepada tujuan yang diinginkan. Dalam sebuah buku diceritakan, ada seorang suami yang memberikan ceramah dalam suatu majelis dengan bahasa yang cukup tinggi, sehingga tidak bisa dipahami oleh yang mengikuti majelis tersebut. Ketika pulang, dia menanyakan pendapat istrinya tentang ceramahnya. Istrinya menjawab dengan mengatakan, bahwa jika ceramah tersebut disampaikan di hadapan para dosen, maka tentunya akan tepat sekali.

Ucapan itu merupakan sindiran halus, bahwa ceramah itu tidak tepat disampaikan di hadapan hadirin saat itu, dengan tanpa mengucapkan perkataan demikian. Hal ini bukan berarti kita harus banyak berbasa-basi atau bahkan membohongi orang lain. Namun hal ini agar tidak melukai perasaan orang, tanpa kehilangan maksud untuk memperbaikinya.

13 Juni, 2009

Rumah-rumah Di Surga

Dari Abu Umamah al-Bahily radhiallaahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "aku adalah penjamin/penanggung jawab rumah di surga yang paling rendah terhadap orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia berada dalam kebenaran, (juga penjamin/penanggung jawab) rumah di surga yang (berada) ditengah-tengah terhadap orang yang meninggalkan dusta meskipun sekedar bercanda, (juga penjamin/penanggung jawab) rumah di surga yang paling tinggi terhadap orang yang baik akhlaknya". [Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad hasan].

Sekilas tentang Periwayat Hadits

Dia adalah shahabat yang agung, Abu Umamah al-Bahily, Shuday bin 'Ajlan al-Bahily, seorang shahabat Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Beliau meriwayatkanilmu yang banyak. Wafat pada tahun 81 H atau 86 H, semoga Allah meridhainya.

Faedah-Faedah Hadits Dan Hukum-Hukum Terkait

· Seorang Da'i yang sukses dan pendidik yang Naashih (suka memberi nasehat) adalah orang yang memaparkan faedah-faedah, adab dan akhlak dengan cara yang simpatik dan menarik sehingga audiens menyambutnya dengan bersemangat dan penuh kerinduan, lalu menerimanya secara penuh. Demikian pula-lah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam dalam hadits diatas dimana beliau menyebutkan beberapa jaminan bagi orang-orang yang memiliki spesifikasi tersebut.

· Surga merupakan sesuatu yang paling dicari-cari oleh para pencarinya dan yang paling mahal untuk dipersaingkan oleh orang-orang yang bersaing memperebutkannya; maka beruntunglah orang yang berupaya untuk meraihnya lalu memenangkannya dan berbahagialah orang yang berusaha demi untuk mendapatkannya. Harganya memang mahal namun mudah dan murah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah. Dalam hal ini, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam memberikan jaminan bagi orang yang melakukan perbuatan-perbuatan mulia tersebut.

· Dalam pada itu, surga juga memiliki banyak tingkatan yang dipersiapkan oleh Allah untuk para hamba-Nya yang beriman. Dalam hadits diatas, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam menjelaskan balasan bagi orang yang memiliki salah satu dari tiga sifat berikut:

1. Tidak suka berdebat dalam hal yang tidak ada faedahnya; orang yang memiliki sifat ini akan mendapatkan surga tingkatan paling rendah. Bentuk dari perdebatan tersebut berupa perdebatan yang diiringi dengan suara yang meninggi dan ber-takalluf (menghabiskan energi dan bersusah-susah) dalam berargumentasi. Dalam hal ini, sebenarnya dia justru ingin mempertajam rasa permusuhan dan kebencian, bukan untuk mencapai kebenaran yang semestinya dicari. Seorang Mukmin yang haq adalah orang yang meninggalkan hal itu meskipun sangat yakin bahwa dia berada dalam kebenaran.

2. Tidak suka berdusta meskipun sekedar bercanda; orang yang memiliki sifat ini akan mendapatkan surga tingkat menengah. Dia mendapatkan ini karena telah menjauhkan dirinya dari dusta baik dalam perkataan maupun perbuatan, konsisten dengan sifat jujur, tidak berbicara selain yang benar serta tidak memberikan informasi selain berita yang benar.

Dusta adalah salah satu dari sifat orang-orang Munafiq sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "Tanda orang Munafiq ada tiga: (Pertama), bila berbicara dia berdusta, (Kedua) bila berjanji dia mengingkarinya, dan (ketiga), bila dia diberi amanah dia berkhianat".

Perbuatan dusta adalah termasuk dosa besar, implikasinya sangat mengerikan serta amat membahayakan. Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "Berhati-hatilah terhadap dusta, karena sesungguhnya perbuatan dusta itu akan menuntun (menggiring) kepada perbuatan buruk (fujur), dan sesungguhnya perbuatan buruk (fujur) itu akan menuntun (menggiring) kepada neraka. Tidaklah seseorang, senantiasa berdusta dan amat mencari-cari (membiasakan) dusta hingga dia dicatat di sisi Allah sebagai seorang Pendusta".

Ini adalah ancaman yang serius dan amat pedih yang setimpal dengan perbuatan dusta tersebut meskipun hanya sekedar membikin orang tertawa, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam : "celakalah bagi orang yang berbicara dengan suatu pembicaraan agar orang lain tertawa tetapi berdusta, celakalah dia! Celakalah dia!". [H.R.at-Turmuzi].

Mengenai hadits ini, Pengarang kitab Tuhfah al-Ahwazy Syarh Sunan at-Turmuzi memberikan komentar: "yang dapat difahami dari hadits ini, bahwa bila dia berbicara benar (dalam candanya tersebut-red) maka hal itu tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan oleh Umar terhadap Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam ketika beliau sedang marah kepada sebagian Ummahatul Mukminin…".

Tingkatan dusta yang paling besar dosanya adalah berdusta terhadap Allah atau Rasul-Nya Shallallâhu 'alaihi wasallam . Demikian juga dusta yang berkaitan dengan harta benda.

3. Berakhlak baik; orang yang memiliki sifat ini akan mendapatkan surga yang paling tinggi. Yang mendapatkannya adalah siapa saja yang memiliki sifat-sifat yang terpuji, akhlak yang baik serta yang cara pergaulannya menyenangkan. Dalam hal ini, dia meneladani Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam yang telah dipuji oleh Allah Ta'ala dalam firmanNya: "dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung". (Q.S. al-Qalam/68: 4).

Akhlak yang baik merupakan perbuatan yang paling banyak memberikan sumbangsih terhadap melejitnya predikat seorang Muslim di tengah-tengah masyarakat dalam kehidupan di dunia dan juga di sisi Allah dalam kehidupan di akhirat kelak sebagaimana dalam hadits Abu ad-Darda' radhiallaahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada sesuatupun yang lebih berat timbangannya bagi seorang Muslim pada hari Kiamat daripada akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah amat membenci orang yang berbuat keji dan kotor".

· Hubungan Sosial; ikatan yang terjadi antara sesama manusia hendaklah diliputi oleh suasana kemesraan, saling mencintai, persaudaraan dan kasih sayang. Dari sisi yang lain, hendaknya terbebas dari perasaan dengki, dendam dan suka mengicuh. Hal inilah yang dikehendaki dan diupayakan oleh Islam. Untuk itu, hati seorang Muslim mesti bersih dan suci serta terbebas dari penyakit-penyakit dan kuman-kumannya yang kelak akan mengeruhkan kejernihan hubungan tersebut.

· Di dalam syari'at Islam terdapat kaidah: "Mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan lebih diutamakan daripada upaya mencari kemaslahatan-kemaslahatan ". Oleh karena itu, setiap pembicaraan, perdebatan atau perbuatan yang dapat menimbulkan suatu kerusakan, maka wajib bagi seorang hamba untuk meninggalkannya dan menjauhinya.

24 Mei, 2009

Forum Santri Haramkan Friendster dan Facebook

Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa Timur mengharamkan penggunaan jejaring sosial seperti "friendster" dan "facebook" yang berlebihan.

"Berlebihan itu antara lain jika penggunaannya menjurus pada perbuatan mesum, dan yang tidak bermanfaat," kata Humas FMPP, Nabil Harun di Kediri Jawa Timur Jumat.

Ia mengatakan, penggunaan forum jejaring sosial, seperti, "friendster", "facebook", maupun media komunikasi lainnya, seperti "audio call", "video call", SMS, 3G yang diperbolehkan adalah yang membawa manfaat, seperti dagang, "khitbah" (lamaran), jual-beli, maupun dakwah.

Nabil mengatakan penggunaan jejaring tersebut sudah mengarah pada perilaku mesum, terlihat dari berbagai gambar dan tulisan yang terpampang.

Nabil mengungkapkan, pengambilan kebijakan mengharamkan penggunaan "facebook" berlebihan itu didasarkan pada Kitab Suci dan Hadis, di antaranya kitab "Bariqah Mahmudiyyah" vol. IV hal. 7, Ihya "Ulumuddin" vol. III hal. 99, "I`anatut Thalibin" vol. III hal. 260, serta beberapa landasan kitab lainnya.

"Dalam mengambil kebijakan, kami tidak main-main, karena kami juga berdasakan kitab dan Quran," katanya.

Ia juga menjelaskan pengambilan keputusan tersebut berbeda dengan pengambilan keputusan lembaga lainnya yang juga mengadakan "bahtsul masail" dan biasanya dilakukan dengan suara terbanyak.

"Sementara keputusan forum tersebut dengan kata musyawarah mufakat. Jika memang tidak ada keputusan, akan dibahas di forum tertinggi," katanya mengungkapkan.

Dalam pengambilan keputusan tersebut, Nabil menjelaskan, forum selalu diawasi dengan perumus, yang dilanjutkan dilanjutkan dengan keputusan "musyahih" (untuk mensahkan).

Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa Timur XI di Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi-aat Lirboyo, Kota Kediri tersebut, diikuti sekitar 700 santri.

Dalam forum tersebut dibahas sebanyak delapan hal, mulai dari jejaring sosial, pro kontra Ponari, dilema perempuan di masa "iddah" (menunggu setelah suami meninggal), dan beberapa bahan lainnya.

Hadir dalam kegiatan tersebut, para perumus dan musyahih, di antaranya K.H. Atoillah S. Anwar dari Lirboyo, Kediri, K.H. Abdul Muid dari Robithoh Maahid Islamiyah (RMI), K.H. Sunandi dari Banyuwangi, serta beberapa kiai lainnya.

11 Mei, 2009

Wanita Ahli Surga Dan Ciri-Cirinya

Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati.

Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Diantaranya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. Muhammad : 15)

“Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk Surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam Surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al Waqiah : 10-21)

Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur’an yang mulia, diantaranya :

“Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al Waqiah : 22-23)

“Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman : 56)

“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar Rahman : 58)

“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqiah : 35-37)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau :

“ … seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu)

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka : “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan.” Dan mereka juga mendendangkan : “Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557)

Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga

Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?

Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.

Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

1. Bertakwa.

2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.

4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.

5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.

6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.

7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.

8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.

9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.

10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.

11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.

12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).

13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.

14. Berbakti kepada kedua orang tua.

15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman :

“ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13).

Wallahu A’lam Bis Shawab.

10 Mei, 2009

Hindari Sifat Tamak /Serakah
oleh Ust.Dahyul Djamain

Barangsiapa yang menjadikan perkara akhirat merupakan tujuan utamanya niscaya Allah SWT menghimpun semua urusannya, dan niscaya dia (Allah) menjadikan kecukupan berada dalam kalbunya. Tiada sekali-kali seorang hamba menghadap dengan sepenuh hatinya kepada Allah, kecuali Allah menjadikan hati orang mukmin cenderung mencintai dan mengasihinya. Dan Allah SWT adalah yang paling cepat memberikan semua kebaikan kepadanya (HR.Thabrani dari Abu Dardak)

Bagi siapa yang menjadikan akhirat menjadi tujuan utamanya dalam kehidupan di dunia ini maka orang tersebut akan mendapatkan hal yang tidak ternilai dalam kehidupannya, yaitu : Allah akan menghimpun semua urusannya, artinya Allah akan memperhatikan semua urusan / kebutuhan yang dia butuhkan untuk diberi kemudahan untuk mendapatkannya.

Allah menjadikan orang tersebut kaya hati. Kaya hati artinya orang yang dalam hidupnya penuh dengan syukur kepada Allah, dan tidak pernah mengeluh apapun yang dihadapi dengan menjalani kehidupan, susah, senang, mendapat rezeki banyak atau sedikit, semuanya dihadapi dengan hati yang lapang, sebab semua apa yang dialami dan nikmati dalam kehidupan semuanya adalah atas kehendak Allah SWT.

Apabila seorang hamba Allah menghadap dan menghambakan diri kepada Allah (dengan penuh keikhlasan), maka Allah akan menjadikan hati orang mukmin atau orang yang seiman (tentu iman yang sesungguhnya) akan menyayanginya dan mencintainya dengan sepenuh hati. Apabila dia butuh sesuatu tanpa diminta bantuanpun orang-orang akan menolongnya dengan sukarela dan penuh keikhlasan.

Dan Allah dengan penuh rahman dan rahimnya selalu memberi bantuan pertongan segala apa yang dibutuhkan dengan sangat cepat.


09 Mei, 2009

Golput Dalam Tinjauan Hukum Islam
oleh Ust.Sudjari Dahlan

Menurut Hukum Islam memilih (mengangkat) Imam/Kepala Negara itu hukumnya Wajib Kifayah. Ini berarti orang yang tidak ikut Pemilu itu telah meninggalkan kewajiban, namun kalau kita bertolak dari ketentuan Wajib Kifayah maka konsekuensinya akan berbeda, yakni jika masih ada sekelompok orang lain yang mengerjakannya. Contohnya hukum sholat berjama’ah dan melayat jenazah, kalau masih ada orang yang mengerjakannya maka yang tidak mengerjakan gugur kewajibannya, tidak berdosa dan bebas sanksi tetapi juga bebas dari pahala.

Kalau ketentuan ini diterapkan pada kewajiban memilih Kepala Negara, maka orang yang tidak ikut Pemilu itu tidak berdosa, asalkan masih ada orang lain yang mengikutinya, sehingga pelaksanaan Pemilu itu tetap berjalan. Tetapi jika semua warga masyarakat tidak ada yang mengikuti Pemilu maka semua warga masyarakat yang menanggung dosa. Inipun sekiranya persyaratan pemimpin itu terpenuhi menurut ketentuan syara’. Dari sini timbul pertanyaan kalau, kalau hukum memilih itu wajib bolehkah umat Islam memilih calon yang tidak memenuhi syarat-syarat Syara’.

Jika Golput ini diartikan tidak mengikuti Pemilu maka persoalannya dapat dianalogikan kepada persoalan memilih Imam A’dzam (Kepala Negara). Kalau ternyata sama, maka kesimpulan hukumnya juga sama. Maka hukum Golput itu sama dengan hukum tidak ikut memilih Imam, padahal memilih itu hukumnya juga sama. Maka hukum Golput sama dengan hukum tidak ikut memilih Imam, padahal memilih itu hukumnya Fardhu Kifayah seperti diterangkan diatas. Dan ternyata Golput itu juga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003, terbukti tidak ada sanksi pidana atas warga masyarakat yang tidak mengikuti Pemilu.

Berkaitan dengan persyaratan yang tidak terpenuhi itu dengan memperhatikan qaidah fiqhiyah yang menyatakan : Apa yang wajib/diwajibkan berdasarkan syara’ itu didahulukan atas apa yang wajib berdasarkan syarat. Kalau qaidah ini dipedomani berarti memilih Imam/Presiden itu harus didahulukan atas penetapan syarat-syaratnya, maksudnya kalau para calon yang harus dipilih itu semua tidak memenuhi syarat-syarat yang diperlukan melainkan sebagian syarat saja maka hal ini tidak boleh membatalkan Imam/Presiden artinya Pemilu itu tetap wajib, karena pemimpin negara itu sangat diperlukan, maka bagaimanapun pemimpin itu harus ada untuk mewujudkan kemashlahatan bangsa, untuk itu kita rengkan qaidah-qaidah fiqhiyah ini :

  1. Kebutuhan yang mendesak itu menempati kedudukan darurat
  2. Kemudlaratan itu harus dihilangkan
  3. Kemudlaratan itu tidak boleh dihilangkan dengan kemudlaratan
  4. Sesungguhnya kemudlaratan yang khas/khusus itu boleh ditanggung karena menolak madlarat umum
  5. Menempuh bahaya / madlarat yang lebih ringan dari dua bahaya itu wajib
  6. Dlarurat itu membolehkan semua yang dilarang sesuatu yang diperbolehkan karena dlarurat itu hanya sekedar yang diperlukan saja
  7. Kesulitan/kesempitan itu harus itu harus dihilangkan
  8. Semua kesulitan itu akan membawa kemudahan
  9. Menolak/menghindari kehancuran itu harus didahulukan atas menarik mashlahat
  10. Yang wajib itu tidak boleh ditinggalkan kecuali karena yang wajib juga

Maka jika kita rasakan bahwa kondisi yang ada sekarang ini sama dengan yang disyaratkan oleh qaidah-qaidah diatas, kiranya tidak sulit untuk menentukan sikap terhadap Pemilu. Selanjutnya patut kita renungkan sebuah hadits : “Kelak akan datang suatu zaman yang didalamnya harus dipilih seorang (pemimpin) dari antara yang lemah dan yang banyak berma’siyat, maka barangsiapa yang mendapatkan yang demikian itu hendaklah ia memilih yang lemah daripada yang kuat tetapi banyak berbuat ma’siyat” (HR Al Hakim dari Abu Hurairah).